Foto : ilustrasi
HARIANTRIBUANA.COM, Palu – Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air (Cikasda) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) disoroti masyarakat. Pasalnya ada sekitar 35 paket proyek yang dikerjakan melalui “Pekarya” dengan anggaran APBD tahun 2022 sebesar Rp 7 milyar digelontorkan untuk pekerjaan fisik pada UPT wilayah II, yang tersebar dibeberapa Kabupaten disinyalir tanpa proses tender.
Kasak kusuk berkembang, dari 35 paket proyek itu, enam diantaranya yang bermasalah. Terungkap pula, ada dugaan pemalsuan tandatangan demi memperlancarkan pencairan proyek tersebut.
Kepala Inspektorat Provinsi Sulteng, Drs. Muchlis, MM yang dikonfirmasi awak media, Jumat (8/7/2022) mengakui adanya dugaan pemalsuan tandatangan.
“Oknum bersangkutan telah dipindahkan. Kami disini hanya memeriksa pelanggaran administrasi, jika yang dipalsukan tandatangan mau menuntut ke pidana, dipersilahkan,” kata Muchlis, kepada wartawan.
Sumber media ini di Dinas Cipta Karya dan SDA, berinisal Z mengatakan “memang kemarin ada kejadian seperti itu, cuma sudah diproses, sekarang tinggal atasan,” ujarnya.
Sumber juga mengakui, dari 35 paket yang sudah dikerjakan, 6 paket yang bermasalah.
Sumber juga menyebut, pihak Inspektorat sudah melakukan pemeriksaan.
“Ada 15 pegawai yang sudah diperiksa Inspektorat,” bebernya.
Terkuaknya dugaan pemalsuan tandatangan, ketika sumber inisial Z ini mempertanyakan kebagian keuangan.
“Saya tanya, betul tidak ada pekerjaan paket masuk, sementara sudah ditandatangani, olehnya disitu saya kaget,” kata sumber.
Lantas katanya lagi, karena merasa tidak pernah menandatangani, saya sampaikan kepada mereka, pending saja dulu.
Sementara itu oknum yang diduga memalsukan tandatangan untuk proses pencairan, berinisial M, saat dikonfirmasi membantah tudingan tersebut.
“Kami yang terperiksa ini tidak tahu sebenarnya, karena barang itu belum menjadi uang, dan hanya karena tandatangan palsu, itupun bukan saya yang memalsukannya,” terangnya.
Sambung M, yang terjadi pada Dinas Cikasda itu, dimana tandatangan untuk memverifikasi di keuangan dinas, agar supaya cepat selesai.
“Adapun tandatangan yang dipalsukan tersebut sudah diganti. Di mana bersangkutan itu merasa dirugikan, dan padahal dia pun sudah menandatangani kuitansi asli, baru kemudian dia melapor,” ungkapnya.
Sambung dia, karena saya selaku KPA pada waktu itu, orang pertama yang melarang melakukan hal tersebut, serta yang terjadi didalam Dinas itu hanya untuk kebutuhan verifikasi, dan sampai saat ini tidak ada pencairan dana untuk kegiatan itu.* (Agus)