async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js">

Seakan Berubah Wujud Jadi Harimau, Tubuhku Bergetar Saat Melihat Bulan Purnama

Gambar: Ilustrasi
Gambar: Ilustrasi

Penulis: Bachtiar

Entah ada apa dengan diriku, dahulu ketika masih remaja tepatnya saat penulis masih duduk di bangku SMP. Setiap kali malam bulan purnama penulis merasakan kegelisahan yang teramat sangat.

Terlebih lagi, saat bulan purnama penuh dengan cahaya yang terang benderang tanpa sadar penulis berlari ke pematang sawah, ke kebun bahkan kemanapun tanpa arah yang pasti.

Sekedar diketahui dahulu saat remaja penulis tinggal di kawasan Bekasi yang kiri kanan masih terdapat hamparan sawah dan kebun yang luas. Berbeda saat ini, hamparan sawah sudah berubah menjadi pemukiman padat penduduk.

Mengapa bisa begitu?, entahlah, penulis juga tak paham kenapa. Yang penulis rasakan saat itu seluruh tubuh terasa panas dan dari pori pori kulit tangan terlihat tumbuh bulu lebat seperti harimau. Tidak hanya itu, kuku di jari tangan dan kaki juga tampak meruncing.

Ngeri ya?, ya sangat mengerikan, itulah yang dirasakan penulis dahulu saat masih remaja. Apakah kejadiannya sungguhan?, entahlah penulis tak bisa memastikan apakah itu sungguhan atau hanya halusinasi saja. Namun yang jelas, setiap kali bulan purnama penulis merasakan kejadian itu.

Tau Mardian di film Mak Lampir?, ya kira kira seperti itulah kejadiannya. Setiap kali melihat bulan purnama penuh tubuh penulis seakan berubah menjadi harimau. Tapi, semoga hanya halusinasi penulis saja ya.

Tapi kejadiannya tidak hanya itu, bahkan, oleh keluarga penulis sering kedapatan berbicara, tertawa bahkan menangis sendiri tanpa sebab. Endingnya, penulis di vonis stress oleh keluarga dan harus dilarikan ke sebuah pondok pesantren untuk terapi spiritual.

Pembaca hariantribuana.com yang budiman, perlu diketahui saat itu ketika penulis berbicara, tertawa bahkan menangis sesungguhnya tidak seorang diri. Saat itu penulis berbicara dengan seseorang yang ternyata wujudnya tidak bisa dilihat oleh orang lain. Pantas saja jika kemudian penulis dianggap stress atau gila oleh keluarga maupun orang lain.

Di pondok pesantren, penulis mengikuti setiap kegiatan yang ada, mengaji Al Qur’an, membaca kitab bahkan mengikuti semua rutinitas yang ada di pesantren itu.

Setelah beberapa bulan lamanya penulis bermukim di pesantren, tibalah keluarga penulis datang menjenguk untuk mengetahui perkembangan penulis.

Oleh salah seorang pengasuh pesantren keluarga penulis dijelaskan bahwa penulis tidak strees juga tidak gila. Hanya saja penglihatan batinnya melebihi batas kemampuan manusia normal.

Oleh seorang pengasuh pesantren, penulis disebut memiliki kemampuan supranatural yang mampu melihat dan berkomunikasi dengan mahluk gaib yang tidak bisa dilakukan oleh semua orang awam.

Pertanyaannya adalah, penulis dapatkan kemampuan linuwih itu dari siapa? Tidak mungkin bisa begitu saja tanpa ada yang memberikan atau membimbingnya?.* (Bersambung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *